Aspek Hukum dalam Pembangunan (Tugas 2)
1.
Akmal
Zahid (10315437)
2.
Aulia
Fatimah (11315146)
3.
Denys
Pramusinta (11315700)
4.
Elisabeth
Theopany C. (12315175)
5.
Jordan (17315476)
6.
Pandega (15315299)
7.
Putri
Eka Dayana (15315444)
8.
Salsabillah
F. (16315352)
4TA01
KELOMPOK 2
Program Studi Teknik
Sipil
Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan
Universitas Gunadarma
2018
MAKALAH II
Aspek Hukum dalam Pembangunan
4.
PENYUSUNAN
ANGGARAN PERUSAHAAN DAN/ATAU ANGGARAN PROYEK PEMBANGUNAN
Penyusunan anggaran merupakan proses
pembuatan rencana kerja dalam rangka waktu satu tahun, yang dinyatakan dalam
satuan moneter dan satuan kuantitatif orang lain. Penyusunan anggaran sering
diartikan sebagai perencanaan laba (proft planing). Dalam perencanaan laba,
manajemen menyusun rencana operasional yang implikasinya dinyatakan dalam
laporan laba rugi jangka pendek dan jangka panjang, neraca kas dan modal kerja
yang diproyeksikan dimasa yang akan datang.
Untuk melukiskan anggaran dan proses
penyusunan anggaran, layaknya sebagai suatu proyek pembangunan gedung berlantai
tiga puluh. Untuk membangun gedung tersebut diperlukan waktu tiga tahun. Gedung
tersebut akan dibangun berdasarkan cetak biru (blue print) dan berdasarkan rencana biaya yang dibuat oleh arsitek.
Setiap bulan dibuat anggaran biaya untuk pedoman dalam pelaksanaan kegiatan
pembangunan setiap bagian gedung tersebut, sehingga keseluruhan pekerjaan
gedung tersebut dapat terlaksana sesuai dengan blue print yang telah dibuat
dengan rencana biaya yang telah disusun sebelum proyek dilaksanakan.
Pengelolaan perusahaan tidak jauh berbeda dengan
pengelolaan suatu proyek pembangunan gedung yang dijelaskan diatas. Untuk
jangka waktu tertentu, misalnya lima sampai sepuluh tahun, manajemen puncak
menetapkan kearah mana perusahaan akan dijalankan. Manajemen puncak menyusun
semacam blue print tentang kondisi yang akan dicapai perusahaan dalam jangka
panjang. Blue print ini berupa program jangka panjang yaitu pangsa pasar,
produk dan teknologi produksi, keuangan, kepegawaian, citra perusahaan, sistem
inforrnasi manajemen, budaya perusahaan dan lain sebagainya. Manajemen mengalokasikan
sumber daya yang ada untuk setiap program yang disusunnya. Untuk
menjamin terlaksananya program tersebut, manajemen menyusun anggaran yang
berisi rencana kerja tahunan dan taksiran nilai sumber daya yang diperlukan
untuk pelaksanaan rencana kerja tahunan dan taksiran nilai sumber daya yang
diperlukan untuk pelaksanaan rencana kerja tersebut. Dalam proses penyusunan
anggaran tersebut, ditunjuk manajer yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
rencana kerja dan dialokasikan berbagai sumber daya yang diperlukan kepada
manajer yang bersangkutan. Anggaran menjamin pelaksanaan rencana kerja dengan
biaya yang sesuai dengan yang direncanakan dalam anggaran. Dengan demikian
penyusunan anggaran dimaksudkan untuk memberikan jaminan pencapaian blue print
tentang program jangka panjang, yang mencakup pangsa pasar, produk dan
teknologi produksi, kepegawaian, keuangan, citra perusahaan, sistem informasi
manajemen, budaya perusahaan dengan biaya sesuai dengan yang dianggarkan
sebelumnya.
Anggaran disusun oleh manajemen dalam jangka waktu
satu tahun membawa perusahaan ke kondisi tertentu yang diinginkan dengan sumber
daya yang diperkirakan. Dengan anggaran, manajemen mengarahkan jalannya
perusahaan kesuatu kondisi tertentu. Mungkinkah
perusahaan dijalankan berdasarkan anggaran
yang dibuat tidak
berdasarkan program jangka panjang? Mungkin saja manajemen hanya menyusun
anggaran tahunan, tidak menyusun anggaran jangka panjang. Dalam hal demikian, daIam jangka
panjang perusahaan sebenarnya tidak berjalan kearah manapun. Kalau misalnya
setelah lima tahun perusahaan semacam ini mencapai posisi persaingan sebagai market leader, pencapaian posisi bukan
hasil suatu usaha yang terencana, namun lebih sebagai suatu kebetulan.
Proses penyusunan anggaran merupakan
proses penyusunan rencana jangka pendek, yang dalam perusahaan berorientasi
laba, pemilihan rencana didasarkan atas dampak rencana kerja tersebut terhadap
laba. Oleh karena itu sering sekali proses penyusunan anggaran sering sekali
disebut sebagai penyusunan rencana laba jangka panjang (short-run profit planning). Untuk
memungkinkan manajemen puncak melakukan pemilihan rencana kerja yang berdampak
baik terhadap laba, manajemen menggunakan teknik analisa biaya-volume dan laba.
Dalam analisis biaya-volume dan laba ini, informasi akuntansi diffirensial
memungkinkan manajemen untuk melakukan pemilihan berbagai altematif kerja yang
akan dicantumkan dalam anggaran.
Setelah suatu rencana
kerja dipilih untuk mencapai sasaran anggaran, manajer yang berperan untuk
melaksanakan rencana kerja tersebut memerlukan sumber daya, untuk
memungkinkannya mencapai sasaran anggaran.
4A.
Prinsip
Penyusunan Anggaran Perusahaan
Anggaran
merupakan sejumlah uang yang dihabiskan dalam periode tertentu untuk
melaksanakan suatu program. Tidak ada satu perusahaan pun yang memiliki
anggaran yang tidak terbatas, sehingga proses penyusunan anggaran menjadi hal
penting dalam sebuah proses perencanan. Penganggaran adalah proses untuk
mempersiapkan anggaran.
Aspek anggaran sector public:
·
Perencanaan
·
Pengendalian
·
Akuantabilitas
Tahapan
Penyusunan:
·
Tahap persiapan anggaran
·
Tahapan ratifikasi
·
Tahapan implementasi
·
Tahapan pelaporan dan
evaluasi
Proses
penyusunan anggaran di bagi menjadi 2, yakni dari atas ke bawah dan dari bawah
ke atas.
a)
Dari Atas ke Bawah
Merupakan
proses penyusunan anggaran tanpa penentuan tujuan sebelumnya dan tidak
berlandaskan teori yang jelas. Proses penyusunan anggaran dari atas ke bawah
ini secara garis besar berupa pemberian sejumlah uang dari pihak atasan kepada
para karyawannya agar menggunakan uang yang diberikan tersebut untuk
menjalankan sebuah program. Terdapat 5 metode penyusunan anggaran dari atas ke
bawah:
1)
Metode kemampuan adalah
metode dimana perusahaan menggunakan sejumlah uang yang ada untuk kegiatan
operasional dan produksi tanpa mepertimbangkan efek pengeluaran tersebut.
2)
Metode pembagian
semena-mena merupakan proses pendistribusian anggaran yang tidak lebih baik
dari metode sebelumnya. Metode ini tidak berdasar pada teori, tidak memiliki
tujuan yang jelas, dan tidak membuat konsep pendistribusian anggaran dengan
baik.
3)
Metode persentase
penjualan menggambarkan efek yang terjadi antara kegiatan iklan dan promosi
yang dilakukan dengan persentase peningkatan penjualan di lapangan. Metode ini
mendasarkan pada dua hal, yaitu presentase penjualan dan sejumlah pengembalian
yang diterima dari aktivitas periklanan dan promosi yang dilakukan.
4)
Melihat pesaing karena
sebenarnya tidak ada perusahaan yang tidak mau tahu akan keadaan pesaingnya.
Tiap perusahaan akan berusaha untuk melakukan promosi yang lebih baik dari para
pesaingnya dengan tujuan untuk menguasai pangsa pasar.
5)
Pengembalian investasi
(Return of investment) merupakan pengembalian keuntungan yang diharapkan oleh
perusahaan terkait dengan sejumlah uang yang telah dikeluarkan untuk iklan dan
aktivitas promosi lainnya. Sesuai dengan arti katanya, investasi berarti
penanaman modal dengan harapan akan adanya pengembalian modal suatu hari.
b)
Dari Bawah ke Atas
Merupakan
proses penyusunan anggaran berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
dan anggaran ditentukan belakangan setelah tujuan selesai disusun.Proses
penyusunan anggaran dari bawah ke atas merupakan komunikasi strategis antara
tujuan dengan anggaran. Terdapat 3 metode dasar proses penyusunan anggaran dari
bawah ke atas, yakni:
1)
Metode tujuan dan tugas
(Objective and task method) dengan menegaskan pada penentuan tujuan dan
anggaran yang disusun secara beriringan. Terdapat 3 langkah yang ditempuh dalam
langkah ini, yakni penentuan tujuan, penentuan strategi dan tugas yang harus
dikerjakan, dan perkiraan anggaran yang dibutuhkan untuk mencapai tugas dan
strategi tersebut.
2)
Metode pengembalian
berkala (Payout planning) menggunakan prinsip investasi dimana pengembalian
modal diterima setelah waktu tertentu.Selama tahun pertama, perusahaan akan
mengalami rugi dikarenakan biaya promosi dan iklan masih melebihi keuntungan
yang diterima dari hasil penjualan, Pada tahun kedua, perusahaan akan mencapai
titik impas (break even point) antara biaya promosi dengan keuntungan yang
diterima. Setelah memasuki tahun ketiga, barulah perusahaan akan menerima keuntungan
penjualan. Strategi ini hasilnya dirasakan dalam jangka panjang.
3)
Metode perhitungan
kuantitatif (Quantitative models)
menggunakan sistem perhitungan statistik dengan mengolah data yang dimasukkan
dalam komputer dengan teknik analisis regresi berganda (multiple regression analysis). Metode ini jarang digunakan karena
kompleks dalam pemakaiannya.
Alokasi
Anggaran
Setelah
mengetahui berapa anggaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan program, hal
selanjutnya adalah bagaimana mengalokasikan anggaran yang tersedia.
Mengalokasikan anggaran berarti melakukan pembagian dana secara sistematis
berdasarkan keseluruhan anggaran yang dimiliki perusahaan untuk melangsungkan
program tersebut. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengalokasian anggaran
mencakup potensial pasar, ukuran dan segmen pasar, kebijakan perusahaan, skala
ekonomi periklanan, dan karakteristik perusahaan.
Alokasi
anggaran tersebut juga masuk ke dalam anggaran yang di gunakkan untuk pemilu
atau sesuatu hal yang berhubungan dengan politik,walaupun banyak penyimpangan
yang terjadi.Sehingga hal ini membuktikan bahwa pengalokasian anggaran yang
tidak berjalan sesuai tujuan yang sudah di tentukkan.
4B.
Administrasi
dalam Anggaran
Ada
beberapa tahap yang harus dilalui dalam penyusunan anggaran (budgeting) agar anggaran tersebut dapat digunakan oleh
organisasi atau instansi. Tahapan tersebut antara lain:
1)
Penentuan Pedoman
Anggaran
Anggaran
yang akan dibuat pada tahun akan datang sebaiknya disiapkan disiapkan beberapa
bulan sebelum tahun anggaran berikutnya dimulai. Sebelum penyusunan anggaran,
terlebih dahulu manajemen puncak melakukan dua hal yaitu:
a.
Menetapkan rencana besar
perusahaan, seperti tujuan, kebaikan dan asumsi sebagai dasar penyusunan
anggaran.
b.
Membentuk panitia
penyusun anggaran.
2)
Persiapan Anggaran
Dalam
persiapan anggaran bagian-bagian yang terkait dengan anggaran mengadakan rapat
untuk membuat suatu anggaran, dalam pembuatan suatu anggaran ditentukan juga
ramalan penjualan setelah penyusunan ramalan penjualan bagian pemasaran bekerja
sama dengan manajer umum dan manajer keuangan untuk menyusun anggaran:
a.
Anggaran penjualan.
b.
Anggaran bebas penjualan.
c.
Anggaran piutang usaha.
Setelah itu manajer produksi bekerja
sama dengan manajer keuangan dan umum untuk menyusun:
a.
Anggaran produksi.
b.
Anggaran biaya pabrik.
c.
Anggaran persediaan.
d.
Anggaran piutang usaha.
Anggaran tersebut dibuat berdasarkan
anggaran penjualan yang dibuat oleh manajer pemasaran. Manajer umum bekerja
sama dengan manajer keuangan untuk menyusun Anggaran Administrasi Minimum.
Setelah itu manajer keuangan bekerja sama dengan manajer lainnya menyusun:
a.
Anggaran laba rugi.
b.
Anggaran neraca.
c.
Anggaran kas.
3)
Penentuan Anggaran
Pada
tahap penentuan anggaran semua manajer beserta direksi mengadakan rapat
kegiatan:
a.
Perundingan untuk
menyesuaikan rencana akhir setiap komponen anggaran.
b.
Koordinasi dan
peneelaahan komponen anggaran.
c.
Pengesahan dan
pendistribusian.
4)
Pelaksanaan Anggaran
Untuk
kepentingan pengawasan setiap manajer membuat laporan realisasi aggaran setelah
dianalisis kemudian laporan realisasi anggaran disampaikan pada direksi.
5.
PEDOMAN
PENGADAAN BARANG/JASA UNTUK INSTANSI PEMERINTAH
Tata pemerintahan yang baik dan bersih (good governance and clean goverment)
adalah seluruh aspek yang terkait dengan kontrol dan pengawasan terhadap
kekuasaan yang dimiliki Pemerintah dalam menjalankan fungsinya melalui instansi
formal dan informal. Untuk melaksanakan prinsip Good Governance and Clean Goverment, maka instansi pemerintah
(termasuk peradilan agama) harus melaksanakan prinsi-prinsip akuntabilitas dan
pengelolaan sumber daya secara efisien, serta mewujudkannya dengan tindakan dan
peraturan yang baik dan tidak berpihak (independent),
serta menjamin terjadinya interaksi anatara pihak terkait (stakeholders) secara adil, transparan, profesional, dan akuntabel.
Kebijakan umum Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah bertujuan untuk mensinergikan ketentuan Pengadaan Barang/Jasa dengan
kebijakan-kebijakan di sektor lainnya. Langkah kebijakan tersebut secara umum
diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Pengadilan Tinggi Agama Bandung sebagai
instansi pemerintah di Indonesia yang berada dalam Lembaga Yudikatif di bawah
Mahkamah Agung RI berkaitan dengan kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah berupaya untuk dapat menyelenggarakannya Pengadaan Barang dan Jasa
yang efektif, efisien, terbuka dan kompetitif serta sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah bersumber pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun
2010:
1.
Perpres Nomor 54 Tahun
2010
2.
Penjelasan Atas Perpres
Nomor 54 Tahun 2010
3.
Lampiran I – Perencanaan
4.
Lampiran II – Barang
5.
Lampiran III – Pekerjaan
Konstruksi
6.
Lampiran IV A – Jasa
Konsultasi (Badan Usaha)
7.
Lampiran IV B – Jasa
Konsultasi (Perorangan)
8.
Lampiran V – Jasa Lainnya
9.
Lampiran VI – Swakelola
5A.
Etika
Pengadaan
Semua fungsi/pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa wajib
mematuhi etika sebagai berikut:
1)
Melaksanakan
tugas secara tertib, penuh rasa tanggungjawab, demi kelancaran dan ketepatan
tercapainya tujuan pengadaan barang/jasa.
2)
Bekerja
secara professional dengan menjunjung tinggi kejujuran, kemandirian, dan
menjaga informasi yang bersifat rahasia.
3)
Tidak
saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan
persaingan tidak sehat, penurunan kualitas proses pengadaan. Dan hasil
pekerjaan.
4)
Bertanggungjawab
terhadap segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kewenangannya.
5)
Mencegah
terjadinya pertentangan kepentingan (conflict of interest) pihak-pihak yang
terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan.
6)
Mencegah
terjadinya kebocoran keuangan dan kerugian.
7)
Tidak
menyalahkan wewenang dan melakukan kegiatan bersama dengan tujuan untuk
keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain secara langsung atau tidak
langsung.
8)
Tidak
menerima, menawarkan dan atau berjanji akan member hadiah, imbalan, atau berupa
apa saja kepada siapapun yang diketahui atau patut dapat diduga berkaitan
dengan pengadaan barang/jasa.
9)
Pelaksana
pengadaan hal berikut akan membantu dalam mencapai tujuan pengadaan,
diantaranya adalah:
a.
Memastikan
bahwa proses pengadaan barang/jasa dilaksanakan dengan mengikuti prinsip dasar
dan etika pengadaan barang/jasa.
b.
Memastikan
bahwa proses pengadaan barang/jasa mengikuti pedoman kebijakan dan prosedur
pengadaan barang/jasa dan tidak bertentangan dengan ketentuan lainnya yang
lebih tinggi.
c.
Memastikan
bahwa pengadaan barang/jasa dilakukan oleh penyedia barang/jasa yang telah
dipeninjauan secara administratif, teknikal dan financial serta dapat
dipertanggungjawabkan dalam hal biaya dan kualitas.
d.
Memastikan
proses pengadaan barang/jasa dilaksanakan secara kompetitif dengan tetap
memperhatikan aspek keekonomian dan efisiensi pelaksanaannya.
e.
Menggunakan
standar kontrak (term dan condition) yang telah ditetapkan.
f.
Memastikan
pengadaan barang/jasa dilaksanakan sesuai dengan perjanjian (kontrak/PO) yang disetujui antara pelaksana pengadaan
dengan penyedia barang/jasa.
g. Dilarang melakukan pengadaan barang/jasa yang bertentangan dengan
ketentuan hukum dan perundangan yang berlaku.
5B.
Sanksi Pelanggaran
Pengadaan Barang/Jasa untuk Instansi Pemerintah
Proses pengadaan barang/jasa pemerintah pada
dasarnya merupakan penyelenggaraan hukum administrasi negara, yang memungkinkan
pelaku administrasi negara untuk menjalankan fungsinya dan melindungi warga
terhadap sikap tindak administrasi negara, serta juga melindungi administrasi
negara itu sendiri.
Peran
pemerintah yang dilakukan oleh perlengkapan negara atau administrasi negara
harus diberi landasan hukum yang mengatur dan melandasi administrasi negara
dalam melaksanakan fungsinya. Pengaturan tentang Sanksi dalam Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah diatur di dalam Pasal 118 sampai dengan Pasal 124 Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 beserta perubahannya. Di dalam pasal-pasal tersebut
mengatur perbuatan dan sanksi yang dapat dikenakan bagi para pihak dalam
pelaksaan pengadaan sesuai ranah dan fungsi tanggungjawab masing-masing.
1)
Bentuk-Bentuk Perbuatan
yang Dapat Dikenakan Sanksi bagi Penyedia Barang/Jasa:
a.
Berusaha mempengaruhi
Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan/pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan
cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya
yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam
Dokumen Pengadaan/Kontrak, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
b.
Melakukan persekongkolan
dengan Penyedia Barang/Jasa lain untuk mengatur harga penawaran diluar prosedur
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil
dan/atau meniadakan persaingan yang sehat dan/atau merugikan orang lain.
c.
Membuat dan/atau
menyampaikan dokumen dan/ atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi
persyaratan Pengadaan Barang/Jasa yang ditentukan dalam Dokumen Pengadaan.
d.
Mengundurkan diri setelah
batas akhir pemasukan penawaran atau mengundurkan diri dari pelaksanaan Kontrak
dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat
diterima oleh Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan.
e.
Tidak dapat menyelesaikan
pekerjaan sesuai dengan Kontrak secara bertanggung jawab.
f.
Ditemukan adanya
ketidaksesuaian dalam penggunaan Barang/Jasa produksi dalam negeri.
g.
Terlambat menyelesaikan
pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak karena
kesalahan Penyedia Barang/Jasa.
h.
Terlambat menyelesaikan
pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak karena
kesalahan Penyedia Barang/Jasa.
2)
Bentuk-bentuk perbuatan
yang Dapat Dikenakan Sanksi bagi Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan:
a.
Terjadi pelanggaran
dan/atau kecurangan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa oleh Kelompok Kerja
ULP/Pejabat Pengadaan.
b.
Terjadi kecurangan dalam
pengumuman Pengadaan oleh Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan.
3)
Bentuk-Bentuk Perbuatan
yang Dapat Dikenakan Sanksi Pejabat Pembuat Komitmen:
a.
Terjadi cidera janji
terhadap ketentuan yang termuat dalam Kontrak.
b.
Terjadi keterlambatan
pembayaran.
4)
Sanksi bagi Pelanggaran
Pengadaan Barang/Jasa diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.
Berikut ini pasal-pasal yang menganturnya:
a.
Anggota ULP/Pejabat
Pengadaan
·
Pasal 118 ayat 7: Apabila
terjadi pelanggaran dan/atau kecurangan dalam proses pengadaan barang/jasa, ULP
akan dikenakan sanksi administrasi, dituntut ganti rugi, dan/atau dilaporkan
secara pidana.
·
Pasal 123 ayat: Dalam hal
terjadi kecurangan pada pengumuman Pengadaan, sanksi diberikan kepada anggota
ULP/Pejabat sesuai peraturan perundang-undangan.
b.
Konsultan Perencanaan
·
Pasal 121: Konsultan perencanaan yang tidak cermat dalam pelaksanaan
perencanaan hingga mengakibatkan kerugian negara dapat dikenakan sanksi. Sanksi
yang diberikan berupa keharusan untuk menyusun kembali perencanaan dengan beban
biaya dari konsultan yang bersangkutan, dan/atau tuntutan ganti rugi.
c.
Pejabat Pembuat Komitmen
·
Pasal 122: Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang melanggar ketentuan di
dalam kontrak, dapat diminta ganti rugi dengan ketentuan sebagai berikut:
besarnya ganti rugi yang dibayar oleh PPK atas keterlambatan pembayaran adalah
sebesar bunga terhadap nilai tagihan yang terlambar dibayar. Besar bunga
ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga yang berlaku pada saat itu menurut
ketetapan Bank Indonesia, atau dapat diberikan kompensasi sesuai ketentuan
dalam kontrak.
d.
Bila Ditemukan Penyimpangan Prosedur
·
Pasal 117: Dalam hal penyedia barang/jasa ataupun masyarakat menemukan
indikasi penyimpangan prosedur, KKN dalam pelaksanaan pengadaan, dan/atau
pelanggaran persaingan yang sehat, penyedia ataupun masyarakat dapat
mengajukan pengaduan atas proses pemilihan penyedia barang/jasa.
6.
TINJAUAN
TENTANG UUJK NO. 18/1999
Pengaturan
jasa konstruksi bertujuan untuk mewujudkan keteraturan dalam tatanan
penyelenggaraan jasa konstruksi. Pengaturan tersebut mengatur segala aspek
penyelenggaraan jasa konstruksi yang berkaitan dengan pekerjaan/proyek
konstruksi, pengembangan usaha jasa konstruksi dan pemberdayaan masyarakat jasa
konstruksi.
Salah
satu aspek penyelenggaraan jasa konsturksi yang berkaitan dengan pekerjaan/proyek konstruksi adalah kegiatan
pengadaan jasa pemborongan konstruksi. Kegiatan yang ditujukan untuk
menyediakan layanan jasa pemborongan konstruksi yang berkompeten dalam
mewujudkan hasil pekerjaan kosntruksi yang berkualitas. Pengaturan kegiatan
pengadaan jasa pemborongan konstruksi dilakukan agar terdapat kesesuaian antara
kompetensi yang dimiliki oleh penyedia jasa pemborongan konstruksi dengan jenis
pekerjaan konstruksi.
Secara
hukum yuridis, bentuk dari suatu pengaturan dilakukan dengan penetapan berbagai
peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan jasa konstruksi yang
berlaku di Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 18 tahun
1999 (UUJK No.18/1999). Berdasarkan Undang-Undang ini ditetapkan berbagai
peraturan pelaksana yang diterbitkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP),
Keputusan Presiden (Keppres), Keputusan Menteri (Kepmen), dan sebagainya.
Dalam
kajian ini akan dikaji beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang Pengadaan Jasa Pemborongan Konstruksi untuk mewujudkan hasil
pekerjaan konstruksi yang berkualitas. Ketentuan tersebut antara lain UUJK No.
18/1999 beserta Peraturan Pemerintah yang terkait (PP No. 28/2000, PP No.
29/2000) serta Keppres No. 80/2003 beserta perubahannya (Keppres No. 61/2004,
Perpres No. 32/2005, Perpres No. 70/2005, Perpres No. 8/2006, Perpres No.
79/2006, Perpres No. 85/2006, dan Perpres No. 95/2007).
Penyimpangan dalam pelaksanaan
pengadaan jasa pemborongan konstruksi sebagai akibat dari pemahaman/persepsi
yang keliru terhadap ketentuan yang berlaku dapat berpotensi terjadi dampak
dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Oleh karena itu, perlu untuk
diketahui ketentuan-ketentuan dalam pengadaan jasa pemborongan konstruksi yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk jasa konstruksi.
Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran mengenai keserasian antara Undang-Undang Jasa Konstruksi
(UUJK) No. 18/1999 dengan Keputusan Presiden (Keppres) No. 80/2003 dalam
Pengadan Jasa Pemborongan Konstruksi dan potensi dampak yang terjadi sebagai
akibat dari ketidakserasian peraturan tersebut. Kajian keserasian dilakukan
dengan cara membandingkan ketentuan-ketentuan pengadaan jasa pemborongan
konstruksi yang diatur dalam UUJK No. 18/1999 dengan Peraturan Pemerintah baik
itu PP No. 28/2000 maupun PP No. 29/2000 sebagai penjabaran dari UUJK dan
kenyataannya. Dan antara UUJK No. 18/1999, PP No. 28/2000 dan PP No. 29/2000
dengan Keppres No. 80/2003.
Hasil kajian keserasian, menyatakan
ketentuan-ketentuan yang serasi antara lain ketentuan mengenai metoda pemilihan
penyedia jasa dan kontrak kerja konstruksi dan ketentuan-ketentuan yang tidak
serasi yaitu ketentuan mengenai persyaratan penyedia jasa khususnya untuk usaha
orang perseorangan, persyaratan tenaga kerja konstruksi untuk bersertifikat,
kriteria keadaan tertentu, dokumen pemilihan penyedia jasa dan dokumen
penawaran.
Berdasarkan hasil kajian keserasian,
dilakukan kajian potensi dampak yang dapat terjadi sebagai akibat dari
ketidakserasian peraturan dengan mengidentifikasi kejadian dan dampak yang
berpotensi terjadi dengan menelaah dokumen-dokumen terkait dengan
ketentuan-ketentuan yang tidak serasi tersebut. Hasil kajian tersebut
menunjukan ketentuan yang paling berpotensi terjadi dampak terhadap pekerjaan
konstruksi adalah persyaratan tenaga kerja konstruksi. Hasil kajian ini
diharapkan dapat memberi masukan bagi pelaku konstruksi baik pengguna jasa maupun
penyedia jasa dengan mengetahui ketentuan-ketentuan yang harus berlaku pada
jasa konstruksi dan dampak yang berpotensi terjadi sebagai akibat dari
penyimpangan terhadap ketentuan tersebut.
Undang-undang
Jasa Konstruksi No. 18 tahun 1999
UUJK No. 18/1999 merupakan landasan
hukum pengaturan jasa konstruksi yang terencana, terarah, dan menyeluruh dalam
rangka mengembangkan jasa konstruksi. Dengan Undang-Undang tentang Jasa
Konstruksi ini, maka semua penyelenggaraan jasa konstruksi yang dilakukan di Indonesia
oleh pengguna jasa dan penyedia jasa, baik nasional maupun asing, wajib
mematuhi seluruh ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang tentang Jasa
Konstruksi (Butir 9 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999).
Sesuai dengan hirarki peraturan perundang-undangan
mengenai kedudukan Undang-undang, ketentuan dalam UUJK No. 18/1999 bersifat
umum dan perlu diturunkan dalam bentuk peraturan pelaksanaan untuk penerapannya
dengan tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
Untuk lebih memahami mengenai UUJK
No. 18/1999, berikut kajian latar belakang dan struktur isi UUJK No. 18/1999.
Sehubungan dengan lingkup penelitian ini, pembahasannya dilakukan dari sudut
pandang pengaturan Pengadaan Jasa Pemborongan Konstruksi.
Latar Belakang UUJK No. 18 tahun
1999
Pengaturan jasa konstruksi dalam UUJK No. 18/1999
dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan dan cita-cita luhur jasa konstruksi
dimana dengan adanya UUJK No. 18/1999, jasa konstruksi diharapkan dapat:
1.
Berperan dalam pembangunan nasional (disarikan dari ayat 1
Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999).
2.
Terwujud
kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa (disarikan dari
ayat 2 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999).
3.
Terbentuk
usaha yang profesional dan kokoh (disarikan dari ayat 2 Penjelasan Bab I Umum
UUJK No. 18/1999).
4.
Menghasilkan
hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas dan berfungsi sesuai rencana
(disarikan dari ayat 2 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999).
Tujuan
Jasa Konstruksi
Adapun Pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk:
1.
Memberikan arah pertumbuhan dan
perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal,
berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas.
2.
Mewujudkan tertib penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa
dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatahan pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.
Mewujudkan peningkatan peran
masyarakat di bidang jasa konstruksi.
4.
Jenis dan badan Usaha Konstruksi.
Peran jasa
konstruksi dalam pembangunan nasional yaitu melalui kegiatan pembangunan. Yang
mana hasil akhir dari pembangunan adalah bangunan fisik berupa sarana dan
prasarana. Peran jasa konstruksi secara langsung dalam pembangunan nasional
yaitu:
1.
Mengurangi pengangguran dengan
membuka lapangan kerja bagi tenaga kerja konstruksi yaitu tenaga ahli dan
tenaga terampil.
2.
Membuka perluang usaha bagi
perusahaan yang bergerak di bidang industri barang dan jasa yang berkaitan
dengan pekerjaan konstruksi.
3.
Meningkatkan pendapatan negara
melalui sektor konstruksi.
Peran dan jasa konstruksi secara tidak langsung adalah mendukung
pertumbuhan dan perkembangan bidang ekonomi, sosial dan budaya melalui hasil
pembangunan atau pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Pentingnya peran jasa
konstruksi dalam pertumbuhan ekonomi negara sehingga dibutuhkan pengaturan
dalam bentuk Undang-Undang Jasa Konstruksi untuk mengatur dan memberdayakan
jasa konstruksi nasional.
Hal inilah yang menyebabkan pemerintah berinisatıf menyusun konsep awal
Undang Undang Jasa Konstruks pads tahun 1988 dan selanjutnya bersama asosiasi
jasa konstruksi meneruskan konsep awal Rancangan Undang-Undang Jasa Konstruksi
(UUJK) hingga ditetapkannya UUJK pada tanggal 22 Maret 1999.
Keempat
Iatar belakang lahirnya UUJK No. 18/1999 tersebut di atas saling berhubungan
satu dengan lainnya dimana hubungan ketergantungan yang dimaksud dapat
dagambarkan sebagaı berikut:
Gambar Hubungan Ketergantungan Antara 4 Cita-cita
Jasa Konstruksi
Usaha yang profesional dan kokoh serta kesetaraan kedudukan antara pengguna
jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajibannya merupakan syarat untuk
menghasilkan konstruksi yang berkualitas dan berfungsi sesuai rencana. Yang
pada akhimya, melalui hasil konstruksi tersebut jasa konstruksi dapat berperan
dalam pembangunan nasional melalui pertumbuhan dan perkembangan pada bidang
ekonomi, sosial dan budaya.
Usaha yang profesional adalah usaha yang memiliki keandalan yang tercermin
dalam daya saing dan kemampuan menyelenggarakan pekerjaan konstruksi secara
efisien dan efektif serta bertanggungjawab terhadap hasil pekerjaan konstruksi
sesuai dengan profesi keahliannya. Usaha yang kokoh adalah bentuk usaha yang memiliki
hubungan kerja atau kemitraan yang sinergis dengan penyedia jasa, baik yang
berskala besar, menengah dan kecil, maupun yang berkualifikasi umum, spesialis
dan terampil (Butir 2 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999). Usaha yang
profesional dan kokoh adalah bentuk usaha yang dapat bersaing secara sehat baik
di dalam negeri maupun di luar negeri, mampu menyelenggarakan pekerjaan
konstruksi secara efisien dan efektif serta bertanggungjawab terhadap hasil
pekerjaannya dan mempunyai kemitraan antar penyedia jasa dari berbagai
klasifikasi dan kualifikasi usaha secara sinergis Kemitraan antar penyedia jasa
dapat berbentuk joint venture dan joint operation. Diharapkan dengan usaha
yang profesional dan struktur usaha yang kokoh dapat menghasilkan produk
konstruksi berkualitas dan berfungsi sesuai rencana melalui kegiatan atau
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Dampak dari
usaha yang profesional dan kokoh terhadap hasil pekerjaan konstruksi adalah:
1.
Kemampuan bersaing (daya saing)
secara sehat dalam kegiatan pemilihan penyedia jasa yang meliputı
penilaian/evaluasi kualifikasi dan penawaran dapat menghasilkan penyedia jasa
yang sesuai dengan klasifikasi dan dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
konstruksi sehingga pekerjaan konstruksi yang dihasilkan dapat sesua
kualifikast usaha yang kontrak kerja konstruksi.
2.
Tanggung jawab terhadap hasil
pekerjaan konstruksi dilandasi oleh prinsip-prinsip keahlian sesuai kaidah
keilmuan dan kejujuran intelektual. Jika penyedia jasa yang melaksanakan
pekerjaan konstruksi tidak sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi usaha yang
dibutuhkan maka penyedia jasa tersebut tidak dapat mempertanggungjawabkan hasil
pekerjaannya secara profesional sesuai dengan keahliannya jika terjadi
kegagalan bangunan.
3.
Kemitraan yang sinergis antar
penyedia jasa, perusahaan yang melakukan kemitraan adalah perusahaan-perusahaan
memiliki daya saing dan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan konstruksi,
yang ingin mengembangkan usaha melalui dukungan modal dan pertanggungan resiko
agar dapat memperoleh dan menyelesaikan pekerjaan konstruksi sesuai dengan
kontrak kerja konstruksi.
Maka dapat disimpulkan daya saing dan kemampuan
menyelesaikan pekerjaan konstruksi sesuai kontrak dan bertanggungjawab terhadap
hasil pekerjaan konstruksi dapat meningkatkan kepercayaan antar penyedia usaha
sehingga dapat terwujud kemitraan yang sinergis antara penyedia jasa baik yang
berskala besar, menengah dan kecil, maupun yang berkualifikasi umum, spesialis
dan terampil.
SUMBER
https://www.academia.edu/12324835/PENGADAAN_BARANG_DAN_JASA_PEMERINTAH
Komentar
Posting Komentar