Tax Amnesty



Tax Amnesty

            Pengampuana Pajak atau Amesti Pajak merupakan penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana dibidang perpajakan. Kewajiban perpajakan yang mendapatkan Pengampunan Pajak terdiri atas kewajiban Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

            Pengampunan Pajak merupakan teronosan kebijakan yang memiliki manfaat dan tujuan sebagai berikut:
1.      Meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui Repatriasi Aset, yang ditandai dengan peningkatan likuiditas domestic, perbaikan nilai tukar rupiah, penurunan Suku Bunga, dan peningkatan investasi
2.      Perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif dan terintegrasi
3.      Meningkatkan Penerimaan Pajak

            Latar belakang Tax Amnesty atau mengapa Indonesia perlu memberikan tax amnesty kepada para pembayar pajak (wajib pajak) diantaranya adalah sebagai berikut :
  • Penyebab Pertama Indonesia memberlakukan Tax Amnesty adalah karena terdapat Harta milik warga negara baik di dalam maupun di luar negeri yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; 
  • Tax Amnesty adalah untuk meningkatkan penerimaan negara dan pertumbuhan perekonomian serta kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, perlu menerbitkan kebijakan Pengampunan Pajak;
  • Kasus Panama Pappers

            Dari ketiga latar belakang tax amnesty tersebut maka presiden republik Indonesia pada tanggal 1 Juli 2016 mengesahkan Undang Undang Tax Amnesty Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak.

            Subjek Tax Amnesty adalah warga negara Indonesia baik yang ber NPWP maupun tidak yang memiliki harta lain selain yang telah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak (warga negara yang pembayaran pajaknya selama ini masih belum sesuai dengan kondisi nyata)
Syarat yang harus dipenuhi oleh wajib pajak apabila hendak mengajukan pengampunan pajak atau tax amnesty adalah sebagai berikut :
  • memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
  • membayar Uang Tebusan;
  • melunasi seluruh Tunggakan Pajak;
  • melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau melunasi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan;
  • menyampaikan SPT PPh Terakhir bagi Wajib Pajak yang telah memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan
  • mencabut permohonan:
    • pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
    • pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang;
    • pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar;
    • keberatan;
    • pembetulan atas surat ketetapan pajak dan surat keputusan;
    • banding;
    • gugatan; dan/atau
    • peninjauan kembali, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan.
  • Dalam hal Wajib Pajak bermaksud mengalihkan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Repatriasi), Wajib Pajak juga harus memenuhi persyaratan yaitu mengalihkan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menginvestasikan Harta dimaksud di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama 3 (tiga) tahun:
    • sebelum 31 Desember 2016 bagi Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan pada periode setelah Undang-Undang Pengampunan Pajak berlaku sampai dengan 31 Desember 2016;
    • sebelum 31 Maret 2017 yang menyampaikan Surat Pernyataan pada periode sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2017.
  • Dalam hal Wajib Pajak mengungkapkan Harta yang berada dan/atau ditempatkan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (deklarasi), Wajib Pajak juga harus memenuhi persyaratan yaitu Wajib Pajak tidak dapat mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan. Dasar hukum : Pasal 8 ayat (3), (6), dan (7)


Sumber :

Komentar

Postingan Populer